Kelapa sawit Indonesia di Titik Kritis: Berkembang atau menurun?

Terlepas dari ketidakpastian kebijakan selama dua tahun terakhir dan meningkatknya kampanye hitam oleh Uni Eropa serta LSM ramah lingkungan, industri kelapa sawit telah membuktikan ketahanannya.

JAKARTA - Dibayangi oleh kebijakan antipasar yang lebih keras untuk menstabilkan harga minyak makan pada tingkat yang ditetapkan oleh pemerintah dan melemahnya pasar kelapa sawit, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) akan menyelenggarakan konferensi nasionalnya, yang diadakan setiap lima tahun sekali, di Bali pada tanggal 8-10 Maret.

Sebagai perwakilan dari industri hulu kelapa sawit, GAPKI akan membahasa prospek, isu utama dan strategi upaya beberapa pemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi industri. Tanggapan yang tepat waktu dan tepat oleh organisasi dalam melibatkan pemerintah dan pemangku kepentingan utama lainnya untuk mengatasi setiap ancaman akan memastikan kelapa sawit dapat berkembang secara berkelanjutan.

Sebaliknya, kegagalan untuk bertindak atau diam diri terhadap isu-isu internal dan eksternal yang berkembang akan menyebabkan masa depan yang suram bagi industri kelapa sawit, seperti apa yang telah terjadi dalam kegagalan komoditas lainnya, seperti kelapa dan karet, yang menikmati pasar dan pertumbuhan yang kuat pada tahun 1960-an hingga 1970-an, tetapi bankrut pada tahun 1980-an.

Terlepas dari ketidakpastian kebijakan selama dua tahun terakhir dan meningkatnya kampanye hitam oleh Uni Eropa serta LSM ramah lingkungan, industri kelapa sawit telah membuktikan ketahanannya.

Perkembangan perkebunan kelapa sawit yang pesat dengan perkiraan total luas lebih dari 16,5 juta hektar pada tahun 2022 dan produksi tahunan lebih dari 50 juta ton minyak telah menjadikan industri ini penghasil devisa terbesar kedua setelah batu bara. Sekitar dua pertiga dari total hasil diekspor dalam bentuk minyak sawit mentah dan turunannya.

Namun yang lebih penting bagi perekonomian adalah sekitar 40 persen dari total area perkebunan dimiliki oleh sekitar 3 juta petani kecil, faktor yang membuat perannya sangat penting dalam memerangi kemiskinan di pedesaan.

Di antara tantangan berkelanjutan yang dihadapi industri untuk dekade berikutnya adalah persepsi internasional yang negatif, terutama di Uni Eropa, sebagai salah satu pendorong utama deforestasi, yang telah mendorong banyak negara maju untuk meluncurkan kampanye menolak komoditas tersebut melalui kebijakan perlindungan perdagangan. Undang-undang paling menonjol yang dianggap sebagai kebijakan pelindung perdagangan atas nama mitigasi perubahan iklum adalah undang-undang deforestasi UE.

Tentu saja, isu yang paling hangat dan diperdebatkan selama konferensi adalah langkah-langkah antipasar yang dikeluarkan oleh pemerintah pada bulan Januari dalam upaya bersama lainnya untuk menstabilkan harga minyak goreng kemasan pada tingkat yang ditetapkan pemerintah.

Pemerintah gagal memetik pelajaran dari kegagalan delapan kebijakan distorsi pasar yang dikeluarkan selama puncak ledakan komoditas pada paruh pertama tahun 2022 untuk menjinakkan harga minyak goreng yang melonjak.

Pemerintah tampaknya tidak menyadari kerusakan yang diakibatkan oleh serangkaian tindakan yang salah perhitungan, yang telah memperburuk hubungannya dengan perusahaan kelapa sawit dan menaburkan rasa saling tidak percata di antara kedua pihak. Pemerintah masih cenderung menyalahkan perusahaan karena tidak mendukung langkah-langkah stabilisasi harga, sementara kesalahan utama harusditujukan pada kapasitas lembagaannya dalam menerapkan langkah-langkah yang tidak menentu.

Perusahaan kelapa sawit setuju bahwa intervensi pasar pemerintah sangat penting untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga minyak goreng sebagai dampak inflasi yang disebabkan oleh lonjakan harga minyak nabati global.

Kesalahan masa lalu menunjukkan bahwa penetapan kebijakan pasar tanpa konsultasi yang berarti sebelumnya dengan pelaku pasar dan produsen komoditas, serta tanpa penilaian yang serius terhadap kapasitas kelembagaan untuk melaksanakan kebijakan, rentan terhadap celah dan pasti akan gagal.

Karenanya konferensi nasional seharusnya menjadi forum yang baik untuk merekomendasikan kebijakan yang ramah bisnis untuk membantu menstabilkan minyak goreng sebagai makanan pokok.

Fakta dasarnya adalah volatilitas harga merupakan salah satu karakteristik utama pasar komoditas internasional. Namun sebagai sumber makanan dan energi utama, pemerintah harus memiliki mekanisme stabilisasi harga untuk mengatasi volatilitas tersebut.

Tetapi langkah-langkah distorsi pasar tidak akan pernah efektif dalam menjaga stabilitas harga karena pita merah birokrasi yang dibutuhkan untuk mengelola kebijakan antipasar tersebut mengingat kapasitas lembaga pemerintah yang tidak memadai. Misalnya, kebijakan kewajiban pasar domestik (domestic market obligation / DMO) tidak akan berjalan lancar tanpa satu lembaga negara yang bertanggung jawab penuh mengelola logistik dan distribusi serta bertindak sebagai stabilisator harga.

Isu penting lainnya yang perlu dibahas adalah rincian teknis penegakan Peraturan Pemerintah No. 26/2021 yang dikeluarkan pada bulan April 2021, yang mewajibkan perusahaan kelapa sawit untuk bertindak sebagai agen pembangunan bagi petani kecil di sekitar konsesi mereka, memberdayakan petani dengan memberikan bantuan dan layanan penyluhan melalui kemitraan yang layak secara komersial.

Kemitraan serupa juga harus mencakup setidaknya 20 persen dari konsesi perkebunan perusahaan.

Implementasi kerjasama bisnis yang saling menguntungkan penting untuk meningkatkan hasil panen petani kecil, yang kini hanya sekitar setengah dari perusahaan, dan dapat meningkatkan pendapatan mereka, sehingga mengurangi kebutuhan untuk memperluas area perkebunan dengan mengorbankan kawasan hutan.

Bahkan LSM lingkungan yang dulunya paling kritis terhadap industri tersebut telah mengakui kebanyakan perusahaan besar di industri telah dengan ketat mengimplementasikan prinsip keberlanjutan dalam perkebunan mereka untuk memenuhi permintaan pasar untuk produk ramah lingkungan. Tetapi petani kecil tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi standar keberlanjutan karena kurangnya pengetahuan dan hasil panen perkebunan mereka yang kecil.

Agenda penting lainnya dalam konferensi tersebut untuk meredam kritik internasional terhadap industri tersebut adalah lambatnya penerapan Standar Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil / ISPO), yang mencakup standar hukum, sosial dan lingkungan.

Peraturan pemerintah telah mewajibkan seluruh perkebunan kelapa sawit bersertifikasi ISPO pada tahun 2025, tetapi hingga tahun lalu, hanya 3,7 ha lahan dari total 16,7 ha lahan yang telah bersertifikasi minyak kelapa sawit berkelanjutan.

Konferensi nasional GAPKI merupakan kesempatan untuk memvalidasi relevansi organisasi tersebut sebagai representasi otoritatif petani kelapa sawit Indonesia dan mitra yang sangat dihormati oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

Oleh karena itu, GAPKI yang berpengaruh diperlukan untuk membangun koalisi nasional dalam menangani masalah industri domestik maupun global untuk melindungi industri dan memanfaatkan peluang pengembangan untuk mempertahankan pertumbuhan kelapa sawit di Indonesia.

Majalah Terbaru

Sponsor Kami