Sabah Berada Di Jalur Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan
KOTA KINABALU: Sabah telah menegaskan kembali komitmennya terhadap produksi minyak sawit berkelanjutan di negara bagian tersebut pada tahun depan berdasarkan kerangka kerja yang ditetapkan oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Dikatakan bahwa pihaknya berada pada jalur yang tepat untuk menerapkan Kerangka Kerja Percontohan Pendekatan Yurisdiksi yang ditetapkan oleh RSPO, yang saat ini merupakan sertifikasi internasional yang paling diakui untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.
Upaya Sabah sejak tahun 2015 mendapat pengakuan pada konferensi tahunan RSPO di Jakarta, Indonesia.
Negara bagian ini mencapai langkah pertama dari proses empat langkah tahun lalu.
Inisiatif ini dikenal dengan nama Pendekatan Yurisdiksi Minyak Sawit Berkelanjutan (Jaspo).
Sebuah lokakarya diadakan awal bulan ini untuk membahas implementasi langkah kedua.
Sekretaris Kantor Sumber Daya Alam Sabah Sernam Singh mengatakan dua tahun ke depan akan mencakup pengembangan menyeluruh dan penerapan kerangka kerja tersebut.
“Hal ini memerlukan pendekatan yang hati-hati dan unik agar sesuai dengan solusi yang diperlukan untuk permasalahan kompleks di negara bagian ini, mulai dari permasalahan ketenagakerjaan hingga perlindungan kawasan bernilai konservasi tinggi.
“Menyiapkan mekanisme untuk mencapai hal ini akan mempersiapkan Sabah untuk sepenuhnya mematuhi standar keberlanjutan nasional dan internasional, termasuk Peraturan Deforestasi Uni Eropa,” katanya.
Kepala Konservator Hutan Sabah Datuk Frederick Kugan mengatakan pendekatan keberlanjutan berbasis lanskap untuk industri kelapa sawit merupakan sebuah perjalanan terobosan karena Sabah telah menunjukkan komitmen dan kemampuan beradaptasi terhadap tantangan baru.
“Pengetahuan yang kami peroleh dalam proses ini sangat berharga dan akan bermanfaat tidak hanya bagi industri kelapa sawit di Sabah tetapi juga bagi sektor dan wilayah lain yang melakukan hal serupa,” tambahnya.
Sabah menghasilkan 24% produksi minyak sawit mentah Malaysia dan sekitar 6% produksi global.