Strategi diperlukan untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit: GAPKI

Bali (ANTARA) - Asosiasi Minyak Sawit Indonesia (GAPKI) menekankan perlunya mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit di negara ini dengan memperkuat produksi kelapa sawit berkelanjutan.

"Kami berharap pemerintah Indonesia dapat mengambil langkah bijak untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit dengan memperkuat produksi kelapa sawit berkelanjutan," ujar Ketua GAPKI Eddy Martono pada Konferensi Minyak Sawit Indonesia ke-19 dan Prospek Harga 2024 (IPOC) di sini, Kamis.

Menurut Martono, kinerja industri kelapa sawit dalam negeri pada tahun 2023 tidak akan lebih baik dari tahun sebelumnya, termasuk dalam hal harga.

Namun, komoditas ini diperkirakan akan menunjukkan tren bullish pada 2024 karena beberapa faktor, seperti fenomena El Nino tahun ini yang akan memengaruhi produksi.

Di sisi lain, ia mencatat bahwa Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar, mengalami stagnasi produksi dalam beberapa tahun terakhir akibat replanting yang lambat oleh petani.

Produksi CPO Indonesia pada tahun 2023 diperkirakan akan meningkat sekitar satu juta ton dari 46,7 juta ton tahun lalu, menurut pernyataan asosiasi.

Namun, produksi diperkirakan akan mengalami penurunan pada tahun 2024, dengan tingkatnya ditentukan oleh intensitas pola cuaca El Nino.

Sementara itu, pemerintah akan terus mengembangkan B35, yang merupakan campuran biodiesel berbasis minyak kelapa sawit dan bahan bakar diesel.

Hal ini, ditambah dengan peningkatan konsumsi domestik untuk makanan dan industri, akan menurunkan pasokan minyak kelapa sawit Indonesia.

"Dalam beberapa bulan terakhir, kami juga melihat penurunan harga minyak kelapa sawit global, yang dipicu oleh melemahnya daya beli akibat perlambatan ekonomi di berbagai negara dan stok berlimpah di negara produsen," katanya.

Martono mencatat bahwa ketidakpastian pasar telah semakin meluas dengan ancaman krisis pangan dan energi serta hambatan perdagangan dari negara-negara pengimpor, salah satunya adalah Peraturan Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR).

Martono mengatakan, industri kelapa sawit merupakan kontributor devisa terbesar bagi Indonesia bahkan selama pandemi COVID-19.

"Pada Agustus 2023, produksi mencapai 36,3 juta ton dengan ekspor biodiesel dan oleokimia lebih dari 23,4 juta ton. Ini telah memberikan kontribusi sekitar 20,6 miliar dolar AS untuk devisa negara," katanya.

Menurut Martono, dengan kebijakan pemerintah yang tepat, industri kelapa sawit dapat tumbuh baik di tengah dinamika pasar dan ekonomi saat ini.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa EUDR adalah kebijakan Uni Eropa yang mengatur komoditas dan dampaknya terhadap deforestasi. Regulasi ini mencakup kedelai, kayu, daging sapi, kakao, karet, kopi, dan minyak kelapa sawit.

"Meskipun kita memiliki kekhawatiran, pemerintah siap berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mempromosikan pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, secara inklusif, holistik, adil, dan non-diskriminatif," katanya.

Dia juga mencatat bahwa melalui Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), Indonesia mendorong pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Dia menyatakan bahwa sertifikasi ISPO menjamin bahwa praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit dan petani mengikuti prinsip-prinsip dan aturan keberlanjutan.

Majalah Terbaru

Sponsor Kami