Mantan Menteri Perindustrian Memberikan Pidato tentang Hilirisasi Industri Minyak Kelapa Sawit pada Sesuai Promosi Doktoral

Saleh Husin, Menteri Perindustrian Indonesia untuk periode 2014-2016, yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina (MWA) Universitas Indonesia untuk periode 2019-2023, menerima gelar doktor dari Sekolah Studi Strategis dan Global (SKSG) UI. Dia berhasil mempertahankan disertasinya dan mencapai GPA summa cum laude sebesar 3.96. Sesinya dipimpin oleh Direktur SKSG UI, Athor Subroto, S.E., M.M., M.A., Ph.D., dengan Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M. sebagai Promotor, Dr. Drs. A. Hanief Saha Ghafur, M.S. dan TM Zakir Machmud, Ph.D. sebagai Co-Promotor.

Tim penguji terdiri dari Dr. Fibria Indriati Dwi Liestiawati, S.Sos., M.Sc.; Muliadi Widjaja, Ph.D; Mohamad Dian Revindo, Ph.D; Muhammad Syahroni Rofii, S.H.I., M.A., Ph.D. Promosi doktor diadakan di Makara Art Center UI dan dihadiri oleh Wakil Presiden Republik Indonesia untuk periode 2004-2009 dan 2014-2019, Dr. H. Muhammad Jusuf Kalla; Ketua Dewan Penasihat Presiden, Jenderal TNI H. Wiranto; Hakim Mahkamah Konstitusi, Dr. Arsil Sani dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), termasuk Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M; Dr. H. Jazilul Fawaid, SQ., M.A; dan Prof. Dr. Sjarifuddin Hasan., M.M., M.B.A. Sementara itu, dari UI, antara lain, Ketua Dewan Pembina, Dr. (HC) Noni Purnomo., B.Eng; Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof.Dr. rer Nat Abdul Haris; Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset, Prof. Dr. Ir. Dedi Priadi, DEA; dan Rektor UI untuk periode 2014-2019, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M. Met.

Saleh Husin mengangkat topik "Mengalirkan Industri Kelapa Sawit untuk Memperkuat Ekonomi Nasional dan Meningkatkan Posisi Tawar Indonesia dalam Perdagangan Dunia" sebagai studi disertasinya. Dia percaya bahwa Indonesia adalah produsen dan konsumen kelapa sawit terbesar di dunia. Kelapa sawit juga merupakan komoditas ekspor utama bagi Indonesia.

Nilai ekspor kelapa sawit pada tahun 2021 adalah US$ 28.606 juta, meningkat 55,10% dibandingkan tahun 2020. Kenaikan ini berdampak pada ketahanan nasional Indonesia secara ekonomi dan global.

Namun, posisi tawar Indonesia dalam perdagangan kelapa sawit internasional masih relatif lemah. Meskipun Indonesia menghasilkan banyak minyak kelapa sawit mentah, harga patokan ditentukan oleh bursa Malaysia dan Eropa (Rotterdam). Selain itu, Indonesia menghadapi banyak tantangan untuk bersaing di pasar global, seperti produktivitas kelapa sawit nasional yang rendah dan kampanye anti-minyak sawit dari negara-negara Eropa. Oleh karena itu, strategi yang tepat diperlukan untuk meningkatkan posisi tawarnya di pasar global dan industri hilir kelapa sawit.

Hilirisasi adalah proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi yang siap pakai. Dalam industri kelapa sawit, hilir mengacu pada pengolahan dan penyulingan minyak kelapa sawit mentah (CPO) menjadi produk bernilai lebih tinggi, seperti minyak kelapa sawit yang dimurnikan, diputihkan, dan dioleskan.

Pengolahan ini adalah tahap terakhir dari rantai pasok kelapa sawit sebelum produk dijual kepada pengguna akhir. Segmen industri hilir kelapa sawit mencakup produk yang digunakan dalam industri makanan, seperti minyak goreng, margarin, dan shortening, dan produk non-pangan, seperti sabun, deterjen, dan biodiesel.

Hilirisasi industri kelapa sawit dapat memperkuat ekonomi nasional dengan meningkatkan nilai tambah produk ekspor dan mengurangi impor. Hilirisasi domestik membutuhkan lebih banyak produk hulu, sehingga ekspor produk hulu dapat berkurang. Simulasi yang dilakukan dalam disertasi ini menunjukkan bahwa jika ekspor produk hulu berkurang 5% dan ekspor produk hilir meningkat 15%, diperkirakan devisa Indonesia akan meningkat sebesar 7 miliar USD per tahun. Dengan demikian, Produk Domestik Bruto, indikator pertumbuhan ekonomi, juga akan meningkat.

Selain itu, hilirisasi dapat meningkatkan produktivitas dan meningkatkan petani kelapa sawit mandiri. Petani kelapa sawit mandiri mengendalikan 42% lahan kelapa sawit di Indonesia, tetapi produksi mereka hanya 2-3 ton per hektar per tahun, yang masih jauh dari perkebunan besar, yang mencapai 5-7 ton per tahun. Kualitas tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan juga lebih rendah, sehingga harga yang dibayarkan kepada petani lebih rendah. Oleh karena itu, hilirisasi diperlukan agar petani dapat menghasilkan minyak kelapa sawit dengan standar yang lebih tinggi.

"Pupuk subsidi, bimbingan teknis, dan bantuan lainnya perlu diberikan kepada petani mandiri agar mereka dapat menghasilkan produk dengan kualitas sama dengan yang dihasilkan oleh petani plasma dan perkebunan besar dan menjualnya dengan harga tinggi, sama seperti tanaman kelapa sawit dari perkebunan besar," kata Saleh.

Hilirisasi industri kelapa sawit juga dapat meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam perdagangan dunia. Menurut Saleh, pembeli minyak kelapa sawit Indonesia terdiri dari dua kelompok: pembeli yang memenuhi kebutuhan domestik, seperti India dan Cina, dan pembeli yang menjual kembali ke negara lain, seperti Malaysia dan Belanda. Negara-negara yang menjual kembali produk kelapa sawit Indonesia mendapatkan keuntungan besar.

Industri hilir kelapa sawit di Indonesia harus dilanjutkan dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015–2035, beserta peraturan-peraturan yang menguraikannya. Implementasi program ini telah dipercepat agar Indonesia dapat membangun industri-industri baru yang menggunakan kelapa sawit sebagai bahan baku utama, seperti industri kosmetik, sabun, cokelat, dan biodiesel.

Saleh mengatakan, "Hilirisasi akan berhasil jika terdapat regulasi ekspor kelapa sawit yang sesuai dan dukungan perpajakan. Instrumen diperlukan untuk mengurangi ekspor produk hulu dan meningkatkan ekspor produk hilir kelapa sawit. Indonesia juga perlu meningkatkan kerjasama dengan negara-negara produsen kelapa sawit, terutama di ASEAN, terkait penelitian dan pengembangan produk hilir kelapa sawit. Investor yang memproduksi produk turunan kelapa sawit dapat diundang untuk mendirikan pabrik di Indonesia dan mengekspor produk-produk tersebut, asalkan investasi ini lebih menguntungkan."

Selain itu, program hilirisasi akan berjalan jika didukung oleh kesuksesan Bursa CPO Indonesia yang diluncurkan pada 13 Oktober. Pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan kelapa sawit yang melakukan transaksi di Bursa CPO Indonesia agar penjual dan pembeli kelapa sawit nyaman melakukan transaksi di lembaga ini dan bersedia memindahkan transaksi mereka dari bursa Malaysia dan Rotterdam.

Bursa CPO Indonesia harus mampu memberikan manfaat bagi petani kelapa sawit. Melalui transparansi harga dan transaksi, pengusaha tidak dapat lagi menekan harga FFB, dan petani dapat menjual FFB mereka di bursa ini. Penggunaan sukses bursa CPO untuk keuntungan petani bergantung pada kemampuan mereka untuk mengelola risiko dan berpartisipasi dalam pasar. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan adalah komponen penting yang harus disediakan oleh pemerintah.

Majalah Terbaru

Sponsor Kami